Kemudian seperti biasa, Ibu segera menyuruh Mahmoud dan Hasan untuk berangkat ke pabrik. Ibu mengantarkan mereka sampai depan pintu rumah. Sedangkan kami bergegas keluar untuk bermain petak umpet Arab-Yahudi atau Tujuh Pecahan dan anak-anak perempuan bermain engklek. Sore menjelang malam, Mahmoud dan Hasan pulang dari pabrik. Sementara kehidupan terus berlanjut begitu saja tanpa ada hal baru.
Suatu sore, Mahmoud dan Hasan terlambat pulang ke rumah. Mereka tidak hanya berdua. Terlihat Paman Saleh, adik Ibu, bersama mereka. Seperti biasa, Paman menyapa dan mencium kami dengan hangat. Lalu memberi kami masing-masing satu koin. Dia lalu berbicara dengan Ibu mengenai Bibi Fathia, adik perempuan Ibu yang paling kecil. Bibi Fathia tinggal bersama keluarga Paman. Bibi dilamar oleh seorang pemuda yang akan datang ke rumah. Pemuda itu berada dalam sebuah komunitas dagang yang sangat Paman kenal. Letaknya di Tepi Barat, di kota kecil yang masuk dalam daerah Hebron. Komunitas itu memperjual-belikan kain dan sekalian ingin membeli kain yang diproduksi paman. Paman sangat mengenal mereka dengan baik dan meminta pendapat Ibu tentang hal itu. Ibu memahami maksud Paman dan dia menjelaskan bahwa selama Bibi Fathia dan Paman setuju, maka Ibu akan menyetujuinya juga dengan senang hati. Ditengah-tengah perbincangan, Ibu meninggalkan kami dengan Paman yang sedang bertanya kabar. Kabar kami, kabar teman-teman di sekolah dan masih banyak lagi yang Paman tanyakan.
Ibu kembali beberapa saat dengan membawa teko teh. Lalu Paman minum bersama kami. Tak berselang lama, dia bangkit untuk pulang. Ibu mencoba membujuknya agar menginap, tetapi dia meminta maaf dan berkata, "Wahai Ummu Mahmoud, kau tahu sendiri aku tidak dapat menginap di luar. Aku masih menjaga anak perempuanku di rumah." Lantas Ibu mendoakannya, "Semoga Allah memberikan ganti kepadamu, wahai Saleh, dengan ganti kebaikan yang berlipat-lipat." Sambil berjalan keluar menuju pintu, Paman berkata, "Aku akan memberitahukan hal ini kepada mereka. Jika mereka mengabari kapan bisa menemuimu, aku akan memberitahumu agar kamu, Haji Abu Ibrahim (kakek) dan anak-anak bisa datang."
Keesokan paginya waktu dini hari, tak lama setelah Kakek menyelesaikan salat, dia mendengar suara dari speaker yang dibawa oleh jip militer. Suara itu mengumumkan dalam bahasa Arab patah-patah tentang larangan keluar rumah hingga pemberitahuan lebih lanjut. "Hallo hallo hallo dilarang pergi dari rumah hingga ada pemberitahuan lebih lanjut. Siapapun yang melanggar akan menghadapi kematian." Suara itu diulang-ulang.
"Tidak ada yang bersekolah hari ini anak-anak. Siapapun diantara kalian tidak boleh meninggalkan rumah!" ujar Ibu tegas. Dia lantas pergi ke kamar untuk memastikan bahwa kakek dan sepupuku, Hassan dan Ibrahim, mengetahui larangan tersebut. Kami pun tetap berada di dalam rumah tanpa keluar, dengan pintu tertutup sepanjang hari. Setiap kali ada salah satu dari kami yang mendekati pintu, Ibu akan meneriakinya atau memukulnya. Kami mendengar pengumuman itu berulang kali. Saudara-saudaraku juga harus bermain di dalam rumah.
Hari ini Ibu menyiapkan kami Bissara (hidangan khas Palestina yang berisi kacang, bawang bombai, bawang putih dan rempah-rempah. Teksturnya seperti saus kacang yang lembut dan harum) untuk makan siang. Dia memasak kacang yang sudah dihaluskan dengan molokhia kering (sejenis sayuran). Saudara-saudaraku duduk belajar dengan buku sekolah mereka. Sedangkan diriku hanya bisa menyaksikan mereka yang sedang asyik menatap buku.
Malam harinya, terdengar lagi suara dari speaker dengan berita yang sama, barang siapa yang melanggar larangan tersebut, maka terancam dalam bahaya.
Pagi hari, tidak lama setelah berakhirnya bacaan salat dan doa Kakek, melalui speaker diumumkan berakhirnya larangan keluar rumah mulai pukul lima sore. Jadi Ibu membangunkan semua orang dan meminta anak-anak bersiap untuk pergi ke sekolah. Ya, segala sesuatunya berjalan seperti biasa lagi.
Hal baru yang terjadi pada hari ini adalah kami mengetahui alasan pelarangan keluar rumah kemarin. Ternyata, seseorang melemparkan granat ke salah satu wilayah patroli pendudukan Zionis. Granat tersebut meledak dan mengenai tentara Zionis yang berada di dalam jip yang kemudian tentara mulai menembaki orang-orang tanpa pandang bulu, melukai banyak orang.
Penerjemah : Nidda, Editor : Sabilillah
Posting Komentar